Jumat, 01 Juni 2018

“PENGEMBANGAN DAN PEMBIAYAAN INDUSTRI PADAT KARYA BERORIENTASI EKSPOR”


Seminar Nasional BI dan ISEI
Kpw BI Yogyakarta, 7 Mei 2018
            Seminar Nasional ini dimulai pukul 09.48 WIB, dibuka dengan tarian yang bertema persahabatan dibawakan oleh sepasang penari laki-laki dan perempuan dengan energik. Acara ini dihadiri oleh dosen ekonomi, karyawan perusahaan dan para sarjana ekonomi yang terorganisasi di ISEI (Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia). Sebelum memasuki acara inti yaitu penyampaian materi seminar, Bapak Budi Hanoto selaku kepala kantor perwakilan BI Yogyakarta membuka acara dengan sambutan mengenai keadaan pertumbuhan  ekonomi Yogyakarta yang masih dominan pada sektor wisata dan belum merambah pada sektor industri, hal ini merupakan catatan penting untuk Kpw BI Yogyakarta untuk mendorong adanya forum investasi untuk meningkatkan sektor industri di Yogyakarta guna bersinergi untuk akselerasi ekonomi dalam menunjang kegiatan ekspor.
 Sambutan kedua disampaikan oleh Bapak Mirza Adityaswara selaku Deputi Gubernur Senior BI, beliau menyinggung perhatian presiden terhadap ekspor. Kegiatan ekspor sudah digencarkan pemerintah sejak tahun 1980-an hingga sekarang masih menjadi suatu hal yang harus terus diperhatikan. Ekspor berkaitan erat dengan dukungan dalam pembiayaan dalam negeri yang tidak cukup jika mengandalkan income yang ada di dalam negeri. Ekspor dapat menjembatani suatu negara dalam membangun dan menjalin relasi dengan negara lain guna menunjang kebutuhan dalam negeri yang belum terpenuhi. Berbicara mengenai Amerika Serikat, Jika ekonomi Amerika Serikat membaik, maka berdampak baik juga pada pertumbuhan ekonomi dalam negeri maupun pada negara-negara lain mengingat Amerika Serikat sebagai penyedia likuiditas, tetapi pertumbuhan ekonomi juga ada dampak yang harus diwaspadai yaitu inflasi dimana banyak nya permintaan akan menyebabkan kenaikan harga. Bunga normal suatu negara adalah 1% diatas tingkat inflasi, saat ini Indonesia masih terkendali karena defisit dibawah 3% yang akan terus dijaga stabilitasnya oleh BI. Ada wacana bahwasanya Indonesia, Malaysia dan Thailand akan diversifikasi mata uang, tetapi masih dalam jangka panjang karena dinilai sulit untuk menghilangkan behavior perdagangan. Di Indonesia sendiri neraca perdagangan manufaktur labour & resource masih surplus sedangkan untuk high low skill & technology intensive masih deficit. Oleh karena itu Indonesia membutuhkan industri ekspor padat karya karena Indonesia memiliki lebih dari 250 juta penduduk. Selain itu Indonesia juga memmbutuhkan pengusaha kelas menengah guna menyeimbangkan neraca perdagangan. Pengusaha kelas menengah di Indinesia hanya 5,1 % sedangkan untuk pengusaha  kecil sebesar 93,47%, missing in the middle ini terjadi karena tidak ada rantai  produksi karena Indonesia impor valas. Pesan untuk OJK adalah kredit oriented export harus tumbuh jangan hanya focus pada kredit oriented non export.
Setelah adanya sambutan-sambutan, memasuki acara inti yaitu materi seminar. Pembawa acara memperkenalkan moderator yaitu Muhammad Edhie Purnawan, anggota Eksekutif Badan Supervisi Bank Indonesia (BSBI), Dosen senior program sarjana dan pascasarjana FEB UGM. Selanjutnya moderator juga memperkenalkan pemateri-pemateri mulai dari Reza Anglingkusumo, Edy Putra Irawadi, Ade Sudrajat Usman, Raden Pardede, Darmawan Junaidi, TM.Zakir Syakur Machmud dan  Adhi S Lukman.
Materi pertama yaitu Pengembangan industri dari Bank Indonesia yang disampaikan oleh Reza Anglingkusumo, pada hakikatnya ada dua indikator yaitu prospek perekonomian dan industri padat karya & ekspor. Selama ini Indonesia fundamental pertumbuhan cukup kuat  tetapi melambat dalam perjalanannya. Untuk mendukung percepatan dalam hal ini Indonesia diharapkan dapat mendorong kegiatan ekspor industri manufaktur karena tidak selamanya Indonesia hanya mengandalkan SDA dan bahan mentah yang di impor sehingga bernilai rendah. Indonesia harus meningkatkan neraca perdagangan dan industri pengolahan guna mendukung percepatan pertumbuhan ekonomi. Bidang Industri di Indonesia dengan menggunakan padat karya maka akan berpengaruh dalam pertumbuhan, stabilitas dan pemerataan ekonomi. Saat ini Indonesia dalam kegiatan industri terkendala infrastruktur dan upah tenaga kerja, selain itu industri dalam kegiatan ekspor terkendala masalah tariff dan standar ekspor pada negara tujuan tertentu. Pemerintah diharapkan membuat kebijakan untuk penurunan tarif ekspor dan memberi kemudahan tarif impor dalam penyediaan bahan baku & mesin. Peran Bank Indonesia dalam hal ini adalah berperan aktif dalam satgas percepatan reformasi struktural dan memfasilitasi koordinasi pusat.
      Pemateri kedua yaitu Edy Putra Irawady menyampaikan tentang sinergitas kebijakan industri padat karya berorientasi ekspor. Yang harus diperhatikan dalam industri padat karya berorientasi ekspor adalah daya pikat, daya tarik dan daya saing. Cakupan industri padat karya yaitu berupa non migas. Permasalahn industri yang ada di Indonesia yaitu masalah SDM dan teknologi. Jika Indonesia tidak mau bergantung pada hutang, maka harus ada orientasi dengan menghasilkan produk bernilai tinggi dengan input yang rendah. Di Indonesia hanya karet yang mempunyai world class standard, harus ada perkembangan produk dengan market intelligence (sebuah strategi yang dapat dilakukan oleh semua perusahaan untuk memperoleh informasi  dengan pengumpulan data dan analisis pasar yang sesuai dengan keadaan pasar saat ini). Pola industri di Indonesia meskipun lokal market lebih nyaman dari pada ekspor.
Pemateri ketiga adalah TM. Zakir Syakur Machmud perwakilan dari kementrian perindustrian yang akan berbicara mengenai prospek dan peran pemerintah dalam mendorong penguatan industri nasional khususnya industri padat karya berorientasi ekspor. Indonesia mempunyai basis komoditi antara lain, migas, batu bara,hutan dan rempah-rempah tetapi Indonesia selamanya tidak bisa hanya mengandalkan basis komoditi yang dimiliki. Industri merupakan solusi Indonesia dalam mendorong perekonomian. Industri berorientasi pada QPID (Quality, Price, Innovasion and Delivery) yaitu Quality yang berorientasi pada kompetitif dalam hal kualitas, Price yang dimaksud adalah secara produksi efisien, terjangkau dan laku di pasar, Innovation adalah berbicara mengenai produktivitas yang dihasilkan untuk keberlanjutan barang/jasa, dan Delivery yang dimaksud adalah pelayanan yang ditujukkan pada konsumen. Kementrian perindustrian mencanangkan program “Making Indonesia 4.0” yang beroorientasi pada perubahan global manufaktur. Kenapa industri manufaktur? Karena industri manufaktur dalam sumbangan pertumbuhan ekonomi cukup besar yaitu sebesar 20% lebih besar dari pada yang lain, yang secara langsung mempengaruhi jumlah PDB. “making Indonesia 4.0” berfokus pada 5 sektor yaitu industri makanan dan minuman, TPT (Tekstil dan Produk Tekstil), kimia, otomotif dan elektronik. Langkah aksi dari “making Indonesia 4.0” adalah insentif teknologi, investor roadshow, pendidikan vokasi, pusat inovasi dan dukungan untuk UMKM.  
Pemateri keempat yaitu Raden Pardede yang menyampaikan perihal prospek industri padat karya berorientasi ekspor. Kondisi industri sekarang di Indonesia tidak lebih baik dari pada tahun 1980-an, karena pemahaman masyarakat Indonesia yang salah bahwasanya Indonesia itu kaya. Pernyataan Indonesia tidak kaya bisa dibuktikan dengan perbandingan antara Sumber Daya Lingkungan dengan jumlah penduduk Indonesia. Pemahaman yang salah ini menyebabkan produktivitas masyarakat Indonesia menurun dan cenderung bergantung pada pemerintah. Pemahaman ini harus diubah dengan bekerja keras dalam rangka meningkatkan perumbuhan ekonomi dan pemerataan ekonomi. Indonesia mempunyai peluang dalam ruang untuk berkembang dan mengejar masih terbuka lebar. Negara maju sudah dalam tahapan puncak yaitu melakukan inovasi sedangkan Indonesia masih fokus dalam pertumbuhan ekonomi. Berikut arus perdagangan yang terjadi di Indonesia pada umumnya:

            Pada kolom platform dapat dianalisis bahwasanya, hal ni dapat memotong adanya tengkulak yang dapat meningkatkan harga yang berasal dari industri manufaktur. Platform merupakan media yang dapat memudahkan pengusaha dalam memsarkan produk kepada konsumen tanpa batas. Dengan platform pengusaha dapat mengenal konsumen melalui market intelligence. Peran pemerintah dalam mengentaskan permasalahan industri adalah dengan melakukan riset pada penyakit masing-masing industri dengan mrestrukturisasi industri dan memegang prinsip prioritas industri yang dapat mendorong pertumbuhan ekonomi.
            Pemateri kelima yaitu dari Bank Mandiri, Darmawan Junaidi yang menyampaikan perihal peran perbankan dalam pengembangan dan pembiayaan industri makanan & minuman dan tekstil. Saat ini Indonesia tergolong dalam middle income countries, yang mempunyai tantangan besar yaitu Middle Income Trap (MIT) atau ketidakmampuan sebuah negara dalam meningkatkan pendapatan perkapita yang disebabkan oleh beberapa faktor. Menteri keuangan, Sri Mulyani berpendapat bahwa untuk terhindar dari MIT ada 4 faktor peluang yaitu bonus demografi, urbanisasi, harga komoditi global yang melemah guna mendorong diversifikasi ekononomi dan perubahan ekonomi China mendorong kenaikan upah buruh di China yang menciptakan peluang berkembangnya investasi pada sektor ekspor padat karya. Peluang ini dapat mendorong terciptanya perkembangan industri padat karya. Pada tahun 2015, industri makanan & minuman  dan industri TPT menyerap lebih dari 2 juta tenaga kerja. Namun dua industri tersebut cenderung standar sehingga kurang adanya produktivitas dan kesempatan tenaga kerja lain dikarenakan aktivitas ekspor kurang dari impor dalam bidang industri. Bank Mandiri ikuut serta mendorong pertumbuhan industri makanan & minuman dan industri TPT melalui penyaluran KUR (Kredit Usaha Rakyat) hal ini dalam rangka memfasilitasi dan memotivasi masyarakat. Selain dua industri tersebut, Bank Mandiri melalui study case dengan bekerjasama untuk penyaluran KUR sektor perikanan dengan PT. Kelola Mina Laut di Gresik dengan perusahaan off taker dapat menjamin kelangsungan bahan baku bagi sub-industri pengolahan dan pengawetan ikan dan biota air yang penjualannya berorientasi ekspor. Tujuannya yaitu untuk surplus ekspor, Bank Mandiri terdapat program tematik sesuai dengan wilayah-wilayah di Indonesia untuk menunjang kebutuhan sektor perikanan dalam rangka aktivitas ekspor.  
            Pemateri keenam yaitu Adhi S Lukman, Ketua Asosiasi Industri Makanan & Minuman Indonesia yang membahas mengenai prospek industri padat karya berorientasi ekspor makanan & minuman. Saat ini fokus dari industri makanan & minuman yaitu daerah luar pulau Jawa dalam mengembangkan permintaan konsumen untuk produk mamin. Indonesia masih mengahrapkan industri mamin dapat berkembang seperti di Thailand yang menjadi negara dengan industri mamin terkuat se ASEAN. Industri mamin juga masuk dalam 5 sektor dalam making Indonesia 4.0, untuk mewujudkannya Indonesia perlu adanya pendidikan vokasi untuk menunjang produktivitas. Dimana pendidikan vokasi dianggap mampu menghasilakn lulusan dengan keahlian terapan tertentu sehingga lebih menguasai dalam hal produktivitas barang ataupun jasa. making Indonesia 4.0 juga bertujuan mengubah mental masyarakat Indonesia dalam mewujudkan industri padat karya berorietasi ekspor.
            Pemateri keenam yaitu Ade Sudrajat, Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia yang membahas mengenai industri TPT Indonesia yang cenderung stagnan. Permasalahn industri TPT yang menyangkut tenaga kerja, akses pasar, kapabilitas dan kemampuan industri local, serta kebijakan pemerintah mengenai tarif ekspor dan impor yang menghambat produktivitas industri TPT. Tantangan untuk Indonesia di semua bidang industri adalah tenaga kerja, dimana permasalahannya mengenai tenaga kerja siap pakai yaitu SMK yang belum tentu mampu dan ahli dalam hal produktivitas, tenaga kerja yang tepat dalam kategori tenaga siap pakai adalah lulusan pendidikan vokasi yang sudah dianggap mampu dalam keahlian produktivitas. Selain itu workweek (hour) Indonesia hanya 40 jam sedangkan dibandingkan dengan Thailand yaitu 48 jam dan negara-negara maju yang lainnya standard jam kerja dalam satu minggu sebanyak 48 jam. Permasalahan yang lain yaitu akses pasar yang menyempit disebabkan shifting order ke negara-negara yang memiliki tarif rendah dengan adanya persaingan pasar. Selain itu permasalahan yang lain yaitu impor bahan baku dan tingginya biaya ekonomi yang harus ditanggung oleh dunia usaha dalam menciptakan produktivitas yang maksimal, dalam hal ini industri TPT mengharapkan pemerintah meregulasi ulang terkait tarif dan biaya ekspor-impor. Tetapi sekarang industri TPT mulai berkiblat ke kanan dengan memanfaatkan platform. Platform disini mendorong industri kreatif sebagai solusi industri TPT untuk orientasi ekspor. 
            Pada dasarnya industri-industri yang ada di Indonesia harus mengerti dan paham atas semua permasalahan yang ada. Sehingga ketika pemerintah melakukan survei dapat menjelaskan secara tepat agar pemerintah juga dapat mengambil langkah yang tepat dalam hal pembuatan regulasi industri. Solusi pemerintah dalam hal berkompetisi dengan industri di luar negeri yaitu dengan melakukan inovasi dan memanfaatkan dunia digital yang sudah mobile. Pemerintah mengharapkan Indonesia menjadi negara dengan ekonomi khusus karena ekonomi khusus merupakan alternatif untuk meningkatkan produktivitas dengan kreatifitas. Selain itu industri dan pemerintah juga mengharapkan pendidikan vokasi terus dikembangkan agar terciptanya tenaga kerja yang ahli dalam terapan tertentu sesuai dengan bidang dalam rangka memperbaiki produktivitas industri.