Selasa, 18 Juni 2019

Sebuah Rasa



Sudah lama rasa ini bersembunyi di relung yang dalam
Bersemayam penuh dengan kedamaian
Tak peduli akan puisi atau ungkapan
Tak juga mengenal rindu yang menyakitkan
Entah,
Semenjak itu..
Kembali kepada kenangan dan harapan
Kini rasa itu kembali
Takut..jika rasa itu mengusik sampai dalam
Memang hanya diri sendiri yang bisa menghentikan
Bodohnya..terkadang menuruti bisikan-bisikan dari rasa itu
Ingin saja menghapusnya, karena tak pandai mengobati jika terluka
Kesalahan ini adalah rasa yang tidak tepat pada waktunya
Rasa yang mampu dilukai oleh takdir
Bukan salah takdir tapi salah diri sendiri
Salah diri sendiri yang dengan mudahnya menghadirkan tanpa berfikir
Sulit rasanya mencari kedamaian itu kembali
"Kedamaian yang tanpa rasa"
Seandainya..
Rasa itu mengerti akan waktu
Ingin sekali memperjuangkannya
Berharap rasa ini tidak menjadi luka
Dear (titik titik)
Tinggalkan diri ini sejenak, berjuanglah untuk dirimu
Untuk kebaikanmu, jangan biarkan dirimu juga terluka
Jaga diri baik baik
Jangan lupa terus berdoa kepada Sang pemilik waktu
Jangan lupa meminta pentunjuk kepada Sang pemilik hati
Dan jangan lupa untuk kembali
Di waktu yang tepat saat rasa itu masih terikat
Tapi..
Jika takdir yang menghapus rasa, maka jangan ragu untuk pergi
Jika waktu yang mendahului menjawab takdir yang ditunggu, maka mari kita ikhlaskan


Dari,
Sebuah rasa yang menunggu


Sabtu, 08 Juni 2019

Sharing is Caring: Menuju Pernikahan



Sebenernya udah lama mau nulis ini, waktu pertama lihat video you tube nya gita savitri yang membahas tentang menikah. Doi belum menikah pada waktu itu, dan sekarang sudah menikah. Di video itu dia membahas perihal latah menikah. Latah menikah adalah seputar menikah karena tuntutan usia, sebuah trend atau gara-gara di bully teman. Fenomena latah menikah ini menurutnya hanya sekedar ikut-ikutan menikah karena lingkungan mendukung peristiwa itu, bukan karena kesiapan dari seseorang yang melakukan latah menikah tadi. Itu gambaran kasarnya, mereka yang mengikuti latah menikah ini kebanyakan orang-orang yang sensitif perihal status sosial di lingkungannya, menganggap dirinya berbeda (belum menikah) adalah hal yang kurang wajar dan mungkin tidak nyaman saat berada di lingkungan. Untuk menutup hal itu, latah menikah adalah jawaban yang menurutnya tepat.

Disini, bukan menjudge mereka yang menikah muda adalah yang latah menikah. Tetapi lebih kepada orang-orang yang menikah hanya sekedar alasan untuk menutup atau membungkam mulut-mulut mereka yang membully atau alasan diri sendiri yang risih pada status sosial. Padahal menikah adalah suatu perjalanan yang butuh bekal dan kesiapan lahir batin. Menikah akan sangat berat, jika hanya bebekal suatu teori atau hanya berbekal ego diri karena dibully. Menikah akan mudah, jika seseorang menjadi pembelajar yang ulung. Pembelajar disini dimulai dari sebelum menikah, ketika diri sudah mulai dewasa dan menyadari bahwa menikah itu perlu maka lebih baik bersegera mencari tau apa saja bekal untuk menikah. Bukan hanya perihal akad atau resepsi yang dipersiapkan tetapi lebih kepada kematangan ego dan kesiapan diri. Mungkin lebih tepatnya mencari informasi kepada mereka yang sudah menjalaninya, jadi dapat menggali informasi dari yang sudah berpengalaman. Lebih banyak ngobrol dengan mereka-mereka yang sudah menikah agar kelak ketika dihadapkan dengan permasalahan rumah tangga tidak begitu kaget. Berlatih selagi sigle, berlatih dengan menghadapi permasalahan-permasalahan saat ini agar ketika menghadapi permasalahan yang akan datang lihai mengatasinya, bukan mudah tapi lebih karena terbiasa. Semoga tidak bosan menjadi pembelajar yang ulung, entah jodoh atau maut yang mendahului. Niat awal hidup hanya mencari RidhoNya, maka menikah adalah salah satu tuntunan yang mendekatkan kita dengan RidhoNya.