Perang dagang yang di mulai oleh Donald Trump masih
berlanjut hingga saat ini. Pada tanggal 31 Mei 2019 Donald Trump mengumumkan
tarif impor dari Meksiko sebesar 5 persen yang berlaku mulai 10 Juni 2019. Hal ini
juga terjadi sebelumnya oleh China yang mendapat tarif 25 persen atau senilai USD 200
miliar pada
bulan Mei lalu. China juga menyayangkan keputusan yang diambil Amerika, tapi
China juga membalas dengan menaikkan tarif impor untuk
barang-barang asal AS yang senilai US$60 miliar pada 1 Juni 2019. Perang
dagang yang dipelopori oleh Donald Trump ini tentu membawa dampak perekonomian
global, bukan sekedar negara-negara yang dikenakan kenaikan tarif impor yang
merasakan dampaknya. Mengingat Amerika dan China adalah negara adidaya dengan
perekonomian yang kuat maka kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan akan secara
langsung berpengaruh pada negara-negara lain. Donald Trump sampai saat ini
masih mengeluarkan kebijakan-kebijakan ekonomi yang cukup mengkhawatirkan bagi
negara-negara lain.
Lalu apakah dampaknya perang dagang bagi
perekonomian Indonesia? Dalam hal ini tentu saja yang berdampak secara langsung
adalah ekspor yang kini tidak lagi bisa menjadi andalan karena Amerika adalah
mitra dagang Indonesia kedua yang menyumbang total ekspor Indonesia. Selain
itu, Indonesia termasuk negara yang melakukan ekspor bahan mentah diantara dua
negara yaitu Amerika dan China, inilah alasan mengapa Indonesia terkena dampak
secara langsung perihal ekspor. Defisit neraca perdagangan Indonesia kini
semakin melebar, hingga pada April 2019 BPS menyebutkan defisit tembus US$ 2,5 miliar.
Seiring dengan defisit
nya neraca perdagangnya, juga disusul dengan naiknya neraca anggaran karena
turunnya Pph migas dan perlambatan penerimaan pajak sedangkan realisasi belanja
tidak beda jauh dengan tahun lalu. Menurut menteri keuangan “Perang dagang ini
akan berlangsung lama karena, sehingga Indonesia harus hati-hati dan waspada
dalam menjaga ekonomi global”.