Minggu, 29 Maret 2020

Tentang Covid-19


Awal bulan Maret (2020) adalah bulan dimulainya penyebaran Covid-19 di Indonesia. Pemberitaan mulai menghiasi layar handphone dan televisi karena salah satu warganya positif terkena virus yang asalnya dari Wuhan, China yang pemberitaannya heboh seluruh dunia lalu kemudian disusul dengan negara-negara lain. Bisa dilihat, warga Indonesia saat muncul pemberitaan kasus yang di Depok (kasus pertama kali) masih belum peduli terkait hal ini mereka masih beraktifitas seperti biasa pun dengan pemerintah juga masih santai menanggapinya, wajar saja jika warganya seperti ini. Acara seminar dan aktifitas khalayak ramai juga masih bisa diselenggarakan, acara seperti ini yang menjadi cikal bakal penyebaran virusnya seperti yang dialami Bupati Karawang dan Wakil Wali Kota Bandung yang sekarang positif terkena virus. Tidak ada yang disalahkan karena masih sama-sama menyepelekan kasus ini.
Seiring berjalannya waktu kasus penyebaran virus semakin bertambah, pemerintah mengumumkan datanya lewat Jubir kasus Covid-19 yang sekitar tiga hari mengumumkan pertambahan jumlah kasus. Pada akhirnya karena setiap hari kasusnya bertambah maka pemerintah memutuskan untuk update data lewat website, tidak lagi lewat konferensi pers seperti awal mula. Pemberitaan tentang penyebaran virus bisa diakses di laman https://covid19.kemkes.go.id dan bahkan setiap daerah juga memiliki website terkait update data di wilayahnya masing masing dari data desa sampai provinsi. 
Kondisi saat pertama kali penyebaran, warga Indonesia mulai panic buying mulai dari masker, handsinitizer, alcohol, alcohol swap sampai handscone yang menyebabkan kelangkaan dan harganya melambung tinggi. Sebenarnya untuk masker harganya sudah meroket sejak satu-dua bulan sebelum kasusnya sampai di Indonesia. Panic buying yang sebenarnya untuk tenaga medis menyebabkan rumah sakit kesulitan memenuhi kebutuhannya karena berlomba-lomba dengan masyarakat yang sibuk meredam keparnoan atau masyarakat yang sebagian berlomba-lomba mencari keuntungan disaat situasi seperti ini.
Disisi lain sampai detik ini pemerintah pusat juga belum mengeluarkan kebijakan untuk lockdown guna meminimalisir kebijakan. Bandara, stasiun dan terminal masih terbuka lebar untuk mengantarkan kemana saja mau pergi. Zona merah sudah digaungkan tapi warga masih bebas bermobilitas, jnagan salahkan diri kalau sering gagal paham dengan pemerintah. Bagaimana mau menghentikan penyebaran sedangkan masyarakat masih bermobilitas tanpa hambatan? Rasanya sulit menghentikan angka positif, PDP, ODP maupun ODR yang semakin hari semakin meroket, bukan lagi angkanya bertambah tapi angkanya berubah menjadi berpangkat.
Lockdown masih menjadi kata yang masih saja membuat ragu atau takut bagi pemerintah. Dalih pemerintah jika lockdown maka rakyat kecil akan sengasara untuk menyambung hidup mereka tapi dua hari atau tiga hari lalu Jubir pemerintah khusus Covid-19 menyatakan kalau rakyat kecil dimohon untuk bisa menjaga orang kaya agar virusnya tidak tersebar, pernyataan yang mencengangkan bagi yang sadar seketika mematahkan asumsi pertama yang seolah menjatuhkan martabat mereka. Keputusan yang seperti apa nanti yang akan dibuat pastinya tetap positif thinking kepada pemerintah karena mereka lebih tau karakter masyarakatnya dan  lebih tau data (katanya). Jika dalih perekonomian menjadi salah satu alasan, bukankah dengan seperti ini juga masih juga hancur tapi secara perlahan dan secara cepat virusnya juga menyebar? Dan tidak ada yang tau berakhir sampai kapan
Kondisi saat ini jalanan sudah mulai sepi karena pembatasan akifitas tetapi masih ada yang lalu lalang karena memang memenuhi kebutuhan, kafe dan tempat nongkrong juga sudah sepi dan tutup karena ada Satpol PP yang mengawasi atau membubarkan jika ada keramaian. Social distancing sekarang berubah menjadi physical distancing karena maknanya memang berbeda, physical distancing dirasa benar karena memang hanya fisik yang berjarak tapi tetap menjunjung kepedulian agar tidak terjadi penyebaran virus. Tapi sangat disayangkan dnegan orang-orang yang masih belum paham akan physical distancing yang menggunakan waktu Work From Home atau #dirumahaja menjadi momen mudik karena memanfaatkan waktu yang lebih luang dari biasanya, tanpa mengidahkan dia sebagai carrier (pembawa virus) atau bukan agaknya kurang peduli atau memang belum paham atau memang mumpung masih bisa bermobilitas karena kendaraan umum masih berlalu lalang yang bisa mengantarkan untuk pulang kampung halaman.  Tidak boleh menutup mata juga dengan usaha-usaha pemerintah yang dilakukan secara perlahan, seperti penyemprotan disenfektan di daerah-daerah meskipun petugas penyemprotan belum paham tentang kandungan bahan yang disemprotkan sehingga leluasa menyemprotkan disenfektan sesuka hati tanpa mengetahui dampaknya (yang menurut WHO disenfektan mengandung bahan klorin yang membahayakan selaput lendir, akan bahaya jika terkena pakaian atau kulit), himbauan surat untuk melapor jika baru datang dari luar kota, melarang kegiatan yang melibatkan banyak orang, menghimbau untuk berdiam diri di rumah atau karantina selama 14 hari bagi mereka yang ODP, melarang warganya yang di perantauan untuk mudik karena untuk menjaga terjadinya penyebaran virus. Disisi lain pemerintah Tegal telah memberlakukan karantina wilayah, yang menyatakan tidak peduli dengan hujatan karena memang demi keselamatan nyawa masyarakatnya. Ketegasan pemerintah Tegal patut dicontoh, jika pemerintah masih bergerak perlahan maka Tegal lebih dulu menyelamatkan daerahnya dengan segala usahanya yang juga tetap memikirkan kebutuhan logistik warganya dan tetap memperdulikan warganya yang kurang mampu. Selain pemerintah banyak juga #orangbaik yang menanggapi kasus ini untuk sekedar membagikan postingan valid tanpa membuat panik, influencer yang menggalang donasi untuk kebutuhan rumah sakit-rumah sakit, influencer yang traktir makan ojol lewat orderan sehingga banyak yang terinspirasi dan melakukan hal yang sama, banyak yang membagikan handsinitizer kepada mereka yang bekerja di luar rumah dan masih banyak lagi kebaikan-kebaikan yang dilakukan.
Sisi rumit dan pelik adanya kasus Covid-19 harus ada sisi lainnya. Sebagian orang yang menyadari mulai menyuarakan atau menulis tentang hikmah dibalik Covid-19 ini, dengan adanya pembatasan aktifitas maka #dirumahaja menjadikan momen bersama keluarga jadi lebih hangat atau kalau sedang merantau ya waktu luangnya yang biasanya sibuk menjadi ada waktu untuk sekedar melakukan bersih-bersih, solidaritas yang baik melahirkan banyak orang baik yang berdonasi untuk ikut andil menangani kasus ini, jalanan yang macet dan banyak debu kini kian lengang dan udara menjadi bersih, ibadah yang dulu bisa di tempat khusus beribadah untuk berjamaah kini hanya bisa dirumah dan muncul pertanyaan kapan terakhir kali ke tempat ibadah, jika biasanya waktu habis untuk kesibukan yang tidak pernah ada habisnya maka saat ini merenung akan menjadikan pilihan baik untuk menyadari hal-hal yang sudah diperbuat selama ini.
Masih banyak hikmah yang belum disebutkan, mungkin kita harus terus berpikir dan melengkapi hikmah yang belum disebutkan. Jangan berhenti untuk bersyukur dan mulai berhenti untuk mengeluh. Ini hanya sebuah tamparan yang diberikan kepada kita agar tersadar karena selama ini hanya diingatkan dengan berbagai cara tak kunjung bangun, mungkin dengan cara seperti ini manusia lebih tersadarkan.  Jangan lupa untuk selalu menjaga kesehatan fisik dan mental, manfaatkan waktu luang untuk berpikir positif dan merenungi apa yang kita lakukan selama ini sudah pada jalur manusia atau sudah terlampau batas kemanusiaan.



Sabtu, 28 Maret 2020

Pasti Berlalu

Kisah yang rumit, berakhir dengan rasa lega
Kisah yang menyesakan, berakhir dengan kelapangan
Kisah yang panjang, berakhir dengan keikhlasan
Kisah yang menyudutkan, berakhir dengan rasa menerima

Memang benar, tidak semua permasalahan selesai dengan sendirinya
Penuh upaya untuk mengusahakan
Butuh waktu yang panjang
Butuh air mata sepanjang malam
Butuh sabar yang menguras tenaga

Hingga akhirnya mulai memahami
Untuk menjadi paham dan menerima, bukan hal yang mudah
Masing-masing punya zona waktu tersendiri
Tanyakan pada diri jika masih berat menjalaninya
Tanyakan pada hati jika banyak beban yang dirasa
Mungkin saja belum menerima yang sudah ditakdirkan
Ada banyak hal yang kita tidak punya kuasa didalamnya
Ada banyak hal yang kita hanya bisa menerima
Ada banyak hal yang menuntut kita untuk paham, agar bisa tetap hidup
Semuanya bukan perihal rasional atau tidak rasional
Ada banyak hal yang harus kita terima diluar kendali kita
Ada banyak hal yang harus kita maklumi
Ada banyak hal yang harus kita nikmati tanpa merasa itu adalah sebuah beban

Saatnya berdamai dengan diri sendiri
Saatnya memahamkan segala yang diluar kendali
Saatnya menerima segala yang ditakdirkan
Saatnya mengusahakan untuk kebermanfaatan
Saatnya meluaskan pandangan perihal hidup
Saatnya melebihkan sabar untuk berjuang

Hidup bukan sekedar meratapi
Hidup juga bukan untuk sebuah perbandingan
Hidupku hidupmu tentu berbeda

Kita berasal dari kisah yang tak sama
Tentu berbeda pula bekal kekuatan yang kita punya
Saling menerima kesedihan dan kesenangan masing-masing
Tidak ada yang paling menderita, yang ada yaitu yang memilih untuk bahagia
Keduanya adalah sebuah pilihan yang bisa kita tentukan.