Awal bulan Maret (2020) adalah bulan
dimulainya penyebaran Covid-19 di Indonesia. Pemberitaan mulai menghiasi layar
handphone dan televisi karena salah satu warganya positif terkena virus yang
asalnya dari Wuhan, China yang pemberitaannya heboh seluruh dunia lalu kemudian
disusul dengan negara-negara lain. Bisa dilihat, warga Indonesia saat muncul
pemberitaan kasus yang di Depok (kasus pertama kali) masih belum peduli terkait
hal ini mereka masih beraktifitas seperti biasa pun dengan pemerintah juga
masih santai menanggapinya, wajar saja jika warganya seperti ini. Acara seminar
dan aktifitas khalayak ramai juga masih bisa diselenggarakan, acara seperti ini
yang menjadi cikal bakal penyebaran virusnya seperti yang dialami Bupati
Karawang dan Wakil Wali Kota Bandung yang sekarang positif terkena virus. Tidak
ada yang disalahkan karena masih sama-sama menyepelekan kasus ini.
Seiring berjalannya waktu kasus
penyebaran virus semakin bertambah, pemerintah mengumumkan datanya lewat Jubir
kasus Covid-19 yang sekitar tiga hari mengumumkan pertambahan jumlah kasus.
Pada akhirnya karena setiap hari kasusnya bertambah maka pemerintah memutuskan
untuk update data lewat website, tidak lagi lewat konferensi pers seperti awal
mula. Pemberitaan tentang penyebaran virus bisa diakses di laman https://covid19.kemkes.go.id dan bahkan setiap
daerah juga memiliki website terkait update data di wilayahnya masing masing
dari data desa sampai provinsi.
Kondisi saat pertama kali
penyebaran, warga Indonesia mulai panic buying mulai dari masker,
handsinitizer, alcohol, alcohol swap sampai handscone yang menyebabkan
kelangkaan dan harganya melambung tinggi. Sebenarnya untuk masker harganya
sudah meroket sejak satu-dua bulan sebelum kasusnya sampai di Indonesia. Panic
buying yang sebenarnya untuk tenaga medis menyebabkan rumah sakit kesulitan
memenuhi kebutuhannya karena berlomba-lomba dengan masyarakat yang sibuk
meredam keparnoan atau masyarakat yang sebagian berlomba-lomba mencari
keuntungan disaat situasi seperti ini.
Disisi lain sampai detik ini pemerintah
pusat juga belum mengeluarkan kebijakan untuk lockdown guna meminimalisir
kebijakan. Bandara, stasiun dan terminal masih terbuka lebar untuk mengantarkan
kemana saja mau pergi. Zona merah sudah digaungkan tapi warga masih bebas bermobilitas,
jnagan salahkan diri kalau sering gagal paham dengan pemerintah. Bagaimana mau
menghentikan penyebaran sedangkan masyarakat masih bermobilitas tanpa hambatan?
Rasanya sulit menghentikan angka positif, PDP, ODP maupun ODR yang semakin hari
semakin meroket, bukan lagi angkanya bertambah tapi angkanya berubah menjadi
berpangkat.
Lockdown masih menjadi kata yang
masih saja membuat ragu atau takut bagi pemerintah. Dalih pemerintah jika
lockdown maka rakyat kecil akan sengasara untuk menyambung hidup mereka tapi
dua hari atau tiga hari lalu Jubir pemerintah khusus Covid-19 menyatakan kalau
rakyat kecil dimohon untuk bisa menjaga orang kaya agar virusnya tidak
tersebar, pernyataan yang mencengangkan bagi yang sadar seketika mematahkan
asumsi pertama yang seolah menjatuhkan martabat mereka. Keputusan yang seperti
apa nanti yang akan dibuat pastinya tetap positif thinking kepada pemerintah
karena mereka lebih tau karakter masyarakatnya dan lebih tau data (katanya). Jika dalih perekonomian
menjadi salah satu alasan, bukankah dengan seperti ini juga masih juga hancur
tapi secara perlahan dan secara cepat virusnya juga menyebar? Dan tidak ada
yang tau berakhir sampai kapan
Kondisi saat ini jalanan sudah
mulai sepi karena pembatasan akifitas tetapi masih ada yang lalu lalang karena
memang memenuhi kebutuhan, kafe dan tempat nongkrong juga sudah sepi dan tutup
karena ada Satpol PP yang mengawasi atau membubarkan jika ada keramaian. Social
distancing sekarang berubah menjadi physical distancing karena maknanya memang
berbeda, physical distancing dirasa benar karena memang hanya fisik yang
berjarak tapi tetap menjunjung kepedulian agar tidak terjadi penyebaran virus.
Tapi sangat disayangkan dnegan orang-orang yang masih belum paham akan physical
distancing yang menggunakan waktu Work From Home atau #dirumahaja menjadi momen
mudik karena memanfaatkan waktu yang lebih luang dari biasanya, tanpa
mengidahkan dia sebagai carrier (pembawa virus) atau bukan agaknya kurang peduli atau memang
belum paham atau memang mumpung masih bisa bermobilitas karena kendaraan umum
masih berlalu lalang yang bisa mengantarkan untuk pulang kampung halaman. Tidak boleh menutup mata juga dengan
usaha-usaha pemerintah yang dilakukan secara perlahan, seperti penyemprotan
disenfektan di daerah-daerah meskipun petugas penyemprotan belum paham tentang kandungan bahan yang disemprotkan sehingga leluasa menyemprotkan disenfektan sesuka hati tanpa mengetahui dampaknya (yang menurut WHO disenfektan mengandung bahan klorin yang membahayakan selaput lendir, akan bahaya jika terkena pakaian atau kulit), himbauan surat untuk melapor jika baru datang
dari luar kota, melarang kegiatan yang melibatkan banyak orang, menghimbau
untuk berdiam diri di rumah atau karantina selama 14 hari bagi mereka yang ODP,
melarang warganya yang di perantauan untuk mudik karena untuk menjaga
terjadinya penyebaran virus. Disisi lain pemerintah Tegal telah memberlakukan karantina wilayah, yang menyatakan tidak peduli dengan hujatan karena memang demi keselamatan nyawa masyarakatnya. Ketegasan pemerintah Tegal patut dicontoh, jika pemerintah masih bergerak perlahan maka Tegal lebih dulu menyelamatkan daerahnya dengan segala usahanya yang juga tetap memikirkan kebutuhan logistik warganya dan tetap memperdulikan warganya yang kurang mampu. Selain pemerintah banyak juga #orangbaik yang
menanggapi kasus ini untuk sekedar membagikan postingan valid tanpa membuat
panik, influencer yang menggalang donasi untuk kebutuhan rumah sakit-rumah sakit, influencer yang traktir makan
ojol lewat orderan sehingga banyak yang terinspirasi dan melakukan hal yang sama, banyak yang membagikan handsinitizer kepada mereka yang bekerja di luar
rumah dan masih banyak lagi kebaikan-kebaikan yang dilakukan.
Sisi rumit dan pelik adanya kasus
Covid-19 harus ada sisi lainnya. Sebagian orang yang menyadari mulai menyuarakan
atau menulis tentang hikmah dibalik Covid-19 ini, dengan adanya pembatasan
aktifitas maka #dirumahaja menjadikan momen bersama keluarga jadi lebih hangat
atau kalau sedang merantau ya waktu luangnya yang biasanya sibuk menjadi ada
waktu untuk sekedar melakukan bersih-bersih, solidaritas yang baik melahirkan
banyak orang baik yang berdonasi untuk ikut andil menangani kasus ini, jalanan
yang macet dan banyak debu kini kian lengang dan udara menjadi bersih, ibadah
yang dulu bisa di tempat khusus beribadah untuk berjamaah kini hanya bisa
dirumah dan muncul pertanyaan kapan terakhir kali ke tempat ibadah, jika
biasanya waktu habis untuk kesibukan yang tidak pernah ada habisnya maka saat
ini merenung akan menjadikan pilihan baik untuk menyadari hal-hal yang sudah
diperbuat selama ini.
Masih banyak hikmah yang belum
disebutkan, mungkin kita harus terus berpikir dan melengkapi hikmah yang belum
disebutkan. Jangan berhenti untuk bersyukur dan mulai berhenti untuk mengeluh.
Ini hanya sebuah tamparan yang diberikan kepada kita agar tersadar karena
selama ini hanya diingatkan dengan berbagai cara tak kunjung bangun, mungkin
dengan cara seperti ini manusia lebih tersadarkan. Jangan lupa untuk selalu menjaga kesehatan
fisik dan mental, manfaatkan waktu luang untuk berpikir positif dan merenungi
apa yang kita lakukan selama ini sudah pada jalur manusia atau sudah terlampau
batas kemanusiaan.