Ini adalah sebuah kisah sahabatku yang bisa dibilang
dramatis karena cerita cinta yang berakhir dengan keikhlasan, ketulusan dan
kedewasaan yang dilakukan oleh pihak laki-laki. Dramatis yang kumaksud disini
adalah perjalannanya untuk melalui cerita cintanya yang salah tetapi InsyaAllah
berakhir dengan indah. Dan banyak hikmah dibalik cerita ini, semoga dapat
menjadi pelajaran hingga mampu mengantarkan kita menjadi pribadi yang lebih
baik.
Sekitar tahun 2015 an aku sendiri pun memutuskan
untuk berprinsip pada anti pacaran, bukan anti terhadap orangnya yang melakukan
pacaran, tetapi lebih kepada konsep dari pacaran itu sendiri. Kalau orang
pacaran adalah hak masing-masing untuk melakukannya, tetapi kita perlu
memperhatikan untuk terus menggiring opini pada prinsip tidak pacaran hehee.
Aku hanya ingin patuh dan taat, aku hanya ingin tidak lagi menambah dosaku pada
orang tuaku yang aku saja belum sama sekali memberikan amalan-amalan yang dapat
membuat orang tuaku tinggi derajatnya, dan aku juga hanya menghindari hal-hal
yang merugikan diri ku sendiri seperti halnya patah hati, waktu terbuang,
pikiran terbuang dengan sia-sia. Pacaran sering halnya berakhir dengan patah
hati, sakit, kecewa dll. Identik dengan patah hati, pacaran juga menyebabkan
nalar yang sempit, sebagai perempuan pasti merasakan hal-hal yang membuat
logika semakin sempit dan nalar semakin buta. Dan masih banyak lagi
kerugian-kerugian pacaran yang mengiringi sampai pada pacaran yang berlabuh pada
kekecewaan karena pasangannya dimiliki atau dinikahi orang lain padahal
keduanya sedang memperjuangkan untuk menuju pernikahan, padahal niatnya baik tapi jalannya salah. Pacaran ini juga bisa
menghambat keberkahan dalam menuju pernikahan ketika jodoh sudah datang
menjemput, jika masih dalam status pacaran. Hal ini yang dialami sahabatku
dalam menuju pernikahan, segala dilema sekitar seminggu an berakhir dengan
keputusan yang mengharuskan dia menikah dengan tetangganya, bukan dengan
pacarnya yang sudah memakan waktu selama hampir 5 tahun lamanya. InsyaAllah
sahabatku ini mendapatkan calon suami yang baik, Allah selalu punya rencana
baik meskipun hambanya sering kali melanggar syariat nya ketika hamba tersebut
memohon ampun Allah enggan mengungkit dosa-dosa hambanya, betapa baik nya
Allah. Rencana manusia tidak sama dengan rencana Allah itu namanya takdir,
sahabatku ini sedang menjalani takdir Allah yang baik. Tetapi pada perjalanan
takdir ini dia sempat menemukan jalan
yang salah dengan berpacaran sekian lamanya, tetapi Allah yang Maha Baik
menunjukkan jalannya dengan cara mengakhiri jalan yang salah tersebut dengan
menunjukkan jalan yang baik. Sahabatku sempat bingung dan nangis sepanjang
malam, setiap ketemu pasti bermata sembab karena masih shock dengan kondisi ini yang tiba-tiba dilamar dengan segala
keadaan yang menyudutkan dia untuk menikah dengan tetangganya itu. Ya begitulah
takdir Allah, datang dengan tiba-tiba ketika hambanya dinilai mampu untuk
menjalankannya. Akupun sebagai sahabatnya juga merasa bingung karena aku banyak
tau tentang cerita cinta nya yang harusnya aku juga tidak membenarkan itu. Aku
di posisi saat itu juga lebih menenangkan dan menyarankan untuk mengikuti
keputusan keluarganya, karena kembali lagi kodrat perempuan itu nasabnya ada di
ayahnya maka jika dilamar atau dikhitbah jawabannya ya tergantung pada ayahnya.
Dalam cerita ini, mengajarkan bahwa kita sebagai
perempuan harus pandai-pandai menjaga hati, mulut, tindakan, pikiran dan mental
kita untuk selalu ada di jalan Allah. Aku hanya berbagi cerita dari sudut bahwa
pacaran itu tidak membawa kita pada kebaikan, seperti sahabatku yang ketika dia
di khitbah, dia bingung karena memikirkan perasaan pacarnya, meskipun pacarnya mengatakan
baik-baik saja dan mengikhlaskan tetapi dibalik itu ada dua hati yang sama sama
tersakiti karena begitu lama membuat kenangan bersama yang saat itu mungkin
beranggapan “he is my mine and she is my mine” meskipun ada batasan tetapi
perasaan akan hal itu sulit untuk dibohongi. Aku memahami posisi sahabatku saat
itu, aku tidak memposisikan temanku salah, tetapi hanya saja dia terlanjur
menjalani, aku juga ikut merasakan kebingungannya dan menangis bersama di
pojokan kelas waktu itu seusai mata kuliah selesei ketika pacarnya
mengikhlaskan dan menyuruhnya untuk patuh kepada keputusan ini karena
keluarganya sudah merestui. Aku paham untuk sahabatku yang masih belum paham
akan haramnya pacaran, aku memposisikan sama dengan dia, sakit dan bingung. Sakit
karena kesia-siaan pacaran dan bingung karena keputusan besar yang tiba-tiba
harus diambil dengan segala tantangan kedepannya. Tetapi aku tidak larut dengan
hal seperti itu, aku berkesempatan untuk menasihati inilah saatnya ibadah
dengan suasana baru, kataku “menikahlah untuk ibadah, mungkin ini adalah takdir
baik Allah untukmu, ikhlaskan semua yang membebani hati mu menjadi berat”.
Jika hanya sekedar mengikuti nafsu, maka terjerumus
itu adalah jawaban pasti. Allah begitu sayang dengan sahabatku, Allah begitu
sayang kepadaku karena memantapkan hatiku untuk tidak pacaran semakin kuat.
Pacaran itu adalah sebuah ketidakpastian yang berakhir dengan 99,99 %
kehancuran. Semoga aku, sahabatku dan kita semua selalu berada di jalan Allah,
dijaga oleh Allah dan ditunjukkan kebenaran oleh Allah. Aamiin…