Minggu, 18 November 2018

Takdir Baik: Ketika Ikhlas adalah Jawaban Terindah



Ini adalah sebuah kisah sahabatku yang bisa dibilang dramatis karena cerita cinta yang berakhir dengan keikhlasan, ketulusan dan kedewasaan yang dilakukan oleh pihak laki-laki. Dramatis yang kumaksud disini adalah perjalannanya untuk melalui cerita cintanya yang salah tetapi InsyaAllah berakhir dengan indah. Dan banyak hikmah dibalik cerita ini, semoga dapat menjadi pelajaran hingga mampu mengantarkan kita menjadi pribadi yang lebih baik.



Sekitar tahun 2015 an aku sendiri pun memutuskan untuk berprinsip pada anti pacaran, bukan anti terhadap orangnya yang melakukan pacaran, tetapi lebih kepada konsep dari pacaran itu sendiri. Kalau orang pacaran adalah hak masing-masing untuk melakukannya, tetapi kita perlu memperhatikan untuk terus menggiring opini pada prinsip tidak pacaran hehee. Aku hanya ingin patuh dan taat, aku hanya ingin tidak lagi menambah dosaku pada orang tuaku yang aku saja belum sama sekali memberikan amalan-amalan yang dapat membuat orang tuaku tinggi derajatnya, dan aku juga hanya menghindari hal-hal yang merugikan diri ku sendiri seperti halnya patah hati, waktu terbuang, pikiran terbuang dengan sia-sia. Pacaran sering halnya berakhir dengan patah hati, sakit, kecewa dll. Identik dengan patah hati, pacaran juga menyebabkan nalar yang sempit, sebagai perempuan pasti merasakan hal-hal yang membuat logika semakin sempit dan nalar semakin buta. Dan masih banyak lagi kerugian-kerugian pacaran yang mengiringi sampai pada pacaran yang berlabuh pada kekecewaan karena pasangannya dimiliki atau dinikahi orang lain padahal keduanya sedang memperjuangkan untuk menuju pernikahan, padahal niatnya baik tapi jalannya salah. Pacaran ini juga bisa menghambat keberkahan dalam menuju pernikahan ketika jodoh sudah datang menjemput, jika masih dalam status pacaran. Hal ini yang dialami sahabatku dalam menuju pernikahan, segala dilema sekitar seminggu an berakhir dengan keputusan yang mengharuskan dia menikah dengan tetangganya, bukan dengan pacarnya yang sudah memakan waktu selama hampir 5 tahun lamanya. InsyaAllah sahabatku ini mendapatkan calon suami yang baik, Allah selalu punya rencana baik meskipun hambanya sering kali melanggar syariat nya ketika hamba tersebut memohon ampun Allah enggan mengungkit dosa-dosa hambanya, betapa baik nya Allah. Rencana manusia tidak sama dengan rencana Allah itu namanya takdir, sahabatku ini sedang menjalani takdir Allah yang baik. Tetapi pada perjalanan takdir ini dia  sempat menemukan jalan yang salah dengan berpacaran sekian lamanya, tetapi Allah yang Maha Baik menunjukkan jalannya dengan cara mengakhiri jalan yang salah tersebut dengan menunjukkan jalan yang baik. Sahabatku sempat bingung dan nangis sepanjang malam, setiap ketemu pasti bermata sembab karena masih shock dengan kondisi ini yang tiba-tiba dilamar dengan segala keadaan yang menyudutkan dia untuk menikah dengan tetangganya itu. Ya begitulah takdir Allah, datang dengan tiba-tiba ketika hambanya dinilai mampu untuk menjalankannya. Akupun sebagai sahabatnya juga merasa bingung karena aku banyak tau tentang cerita cinta nya yang harusnya aku juga tidak membenarkan itu. Aku di posisi saat itu juga lebih menenangkan dan menyarankan untuk mengikuti keputusan keluarganya, karena kembali lagi kodrat perempuan itu nasabnya ada di ayahnya maka jika dilamar atau dikhitbah jawabannya ya tergantung pada ayahnya.
Dalam cerita ini, mengajarkan bahwa kita sebagai perempuan harus pandai-pandai menjaga hati, mulut, tindakan, pikiran dan mental kita untuk selalu ada di jalan Allah. Aku hanya berbagi cerita dari sudut bahwa pacaran itu tidak membawa kita pada kebaikan, seperti sahabatku yang ketika dia di khitbah, dia bingung karena memikirkan perasaan pacarnya, meskipun pacarnya mengatakan baik-baik saja dan mengikhlaskan tetapi dibalik itu ada dua hati yang sama sama tersakiti karena begitu lama membuat kenangan bersama yang saat itu mungkin beranggapan “he is my mine and she is my mine” meskipun ada batasan tetapi perasaan akan hal itu sulit untuk dibohongi. Aku memahami posisi sahabatku saat itu, aku tidak memposisikan temanku salah, tetapi hanya saja dia terlanjur menjalani, aku juga ikut merasakan kebingungannya dan menangis bersama di pojokan kelas waktu itu seusai mata kuliah selesei ketika pacarnya mengikhlaskan dan menyuruhnya untuk patuh kepada keputusan ini karena keluarganya sudah merestui. Aku paham untuk sahabatku yang masih belum paham akan haramnya pacaran, aku memposisikan sama dengan dia, sakit dan bingung. Sakit karena kesia-siaan pacaran dan bingung karena keputusan besar yang tiba-tiba harus diambil dengan segala tantangan kedepannya. Tetapi aku tidak larut dengan hal seperti itu, aku berkesempatan untuk menasihati inilah saatnya ibadah dengan suasana baru, kataku “menikahlah untuk ibadah, mungkin ini adalah takdir baik Allah untukmu, ikhlaskan semua yang membebani hati mu menjadi berat”.

Jika hanya sekedar mengikuti nafsu, maka terjerumus itu adalah jawaban pasti. Allah begitu sayang dengan sahabatku, Allah begitu sayang kepadaku karena memantapkan hatiku untuk tidak pacaran semakin kuat. Pacaran itu adalah sebuah ketidakpastian yang berakhir dengan 99,99 % kehancuran. Semoga aku, sahabatku dan kita semua selalu berada di jalan Allah, dijaga oleh Allah dan ditunjukkan kebenaran oleh Allah. Aamiin…

Senin, 12 November 2018

NOVEMBERAIN


Sedikit sajak yang mengiringi tulisanku di Bulan November ini:
      November itu identik dengan hujan
      Otomatis dan dinamis sih identik juga dengan rindu
      November itu identik dengan lagu
      Lagu yang dibawakan Gun’s N Roses, tetapi tidak selalu bermakna kesedihan
      November itu identik dengan hari Pahlawan
      Mengingat perjuangan pahlawan-pahlawan yang gugur
      Untuk membangkitkan semangat memperjuangkan masa depan Indonesia
Kado-kado Allah yang diberikan di awal bulan November sebagai penghapus lelah yang insyaAlllah menjadi Lillah itu susah diungkapkan dengan kata-kata. Banyak nikmat dan ujian yang datang silih berganti dengan tempo yang singkat. Inilah hidup, tidak ada yang penuh, semua cukup, semua sudah ditakar dan semua sesuai dengan takdir.
Harapan-harapan juga bermunculan yang InsyaAllah tidak silih berganti, harapan yang ingin membuat semua orang di muka bumi ini bahagia, sehat dan selamat dunia akhirat. Seperti kata-kata: Apabila hidayah itu bisa dibeli maka akan kubagikan pada orang-orang yang tersayang. Buakankah itu juga sebuah harapan? Manusia itu wajib untuk mempunyai harapan karena untuk memupuk tujuan hidup, untuk terus berjuang dan berusaha agar sampai pada tujuan. Jika hidup tanpa tujuan maka hidup itu seperti tak hidup “hidup segan mati tak mau”.
Mulai memupuk harapan-harapan agar hidup ini selalu berjalan ke depan,agar kesedihan berlalu dan kebahagiaan yang lalu dikenang untuk motivasi diri. Harapan harus diseleksi sesuai dengan kaidah hidup yang sesuai pedoman hidup yaitu Al Qur’an, harapan untuk selalu “Ihdinash-shiroothol-mustaqiim”.

Minggu, 11 November 2018

KETIKA RAPUH...


Manusia itu biasa dengan masalah yang kemudian disusul dengan masalah naik turunnya iman. Galau, bingung, merasa rendah, merasa sendiri…itulah yang dirasakan.
Saat saat itulah manusia lupa diri dan tentu saja lupa dengan Tuhan nya. Padahal Allah senantiasa mengingatkan untuk tidak bersedih, tidak merasa lemah, karena Allah selalu bersama kita. La tahzan innallaha ma’ana, Wa la takhinu Wa la tahzanu… Manusia seringkali lupa menyertakan Allah dalam hidupnya, akhirnya berdampak pada hati yang kurang ikhlas pada segala sesutau yang terjadi di dunia. Ketika ada masalah, yang dipikirkan adalah beratnya masalah itu, lemahnya diri dan melihat nikmat-nikmat orang lain yang berada di atasnya, padahal jika mereka tau Allah sudah menunjukkan jalan keluar dari masalahnya, Allah sudah memberi nikmat-nikmat yang luar biasa setiap harinya (nikmat sehat, bernafas, orang-orang terkasih, makanan, minuman, pakaian, dll), dan mereka juga lupa untuk selalu melihat yang dibawahnya yaitu orang-orang yang ujiannya lebih berat darinya. Manusia sering kali kufur nikmat karena kurang bersyukur, obat dari kufur sendiri yaitu bersyukur dengan itu hati menjadi IKHLAS menerima segala yang  ditakdirkan kita dan segala yang kita lakukan dalam rangka ibadah. Padahal setiap manusia mengalami fase-fase yang pasti dilewatinya yaitu fase bersikekang dengan mengedepankan ego, fase marah dengan keadaan yang terjadi, fase depresi karena jatuhnya ekspektasi, fase tawar menawar dengan diri sendiri untuk mencari jalan keluar (tawakal) dan fase IKHLAS yang merupakan puncak dari fase-fase kehidupan. Ada saatnya kita berpasrah akan suatu usaha, bukan berpasrah pada keadaan. Berusaha sebaik mungkin lalu ikhlas kan dengan keberpasrahan.
Manusia seringkali lupa bahwa tujuan hidupnya adalah alam akhirat, seringkali lupa akan bekal di akhirat nanti, seringkali acuh terhadap amalan-amalan yang sebenarnya bisa menolongnya di kehidupan yang kekal nanti. Ya..itulah manusia, tetapi jangan bangga dan menganggap hal wajar dengan kelalaian-kelalaian yang diperbuat, mari kita sadarkan diri kita dengan keIKHLASan hati dan keberpasrahan diri hanya untuk tujuan hidup kita yang abadi. Mari saling mengingatkan dan membangun diri untuk selalu IKHLAS dan TAWAKAL.